Pengurus HMI MPO Komisariat FE UII

" Ketua Umum : Idham Hamidi Sekretaris Umum : M.Arief Sukma Aji Wakil Sekretaris Umum : Geladis Fertiwi Bendahara Umum : Dovy Pradana Purnamawulan Kanit Keislaman : Agus Faryandi Kanit Pelatihan : Mujahid Musthafa Kanit Kajian dan Penlitian : Firzan Dwi Chandra Kanit Kewirausahaan : Muhammad Yadin Kanit PTKPJ : Teguh Hardityo Baskoro Kanit Pers dan Media Informasi : Egy Prastyo
Jumat, 10 Oktober 2014 0 komentar

Paradigma Publik

Paradigma Publik
Oleh : Wahid
Satu social ontology yang sampai kini masih mengendap dalam memori kolektif bangsa ini, adalah soal "dasar negara", yaitu orientasi transendental yang dituntut untuk menjadi ideal dari kehidupan publik. Pertanyaan tentang apakah negara harus berdasarkan agama atau tidak, sampai kini belum berani dijawab secara final, bukan karena tidak ada jawaban rasional untuk itu, melainkan karena toleransi semu terhadap kemajemukan yang terus dipertahankan selama ini.
Kendati konstitusi tidak menyatakan "kedaulatan Tuhan" sebagai dasar negara, namun obsesi pendasaran transendental itu tidak pernah hilang dari debat politik, setiap kali kesempatan terbuka. Padahal, terbukanya kesempatan untuk debat semacam itu, sudah dari awal mengandung potensi pengerasan ideologis, sehingga jalan keluar tidak mungkin lagi satu.Tetapi untuk apa sebetulnya mengupayakan jalan keluar bagi kenyataan kebudayaan yang berbeda itu? Untuk apa visi kehidupan individual hendak diatur oleh negara? Untuk apa orientasi teologis mau dilembagakan dalam politik. Untuk apa nilai kebudayaan ingin disusun dalam hirarki?
Kita memang menyimpan semacam collective memory yang obsesif terhadap sejarah perumusan dasar negara, yang seakan-akan mengabaikan suatu kenyataan politik identitas. Identitas adalah ciri yang melekat pada setiap kehidupan berkelompok. Dengan identitas, suatu kelompok membedakan diri dari kelompok yang lain. Identitas, dengan demikian, bukan saja berfungsi mengikat, tapi sekaligus mengamankan. Rasa aman yang diberikan oleh kelompok adalah bentuk paling primitif dari konsep perlindungan.  
Bentuk moderennya kita peroleh dari hukum. Pada taraf primitif, hak individu melebur dalam hak kelompok. Ini logis saja, karena dalam keadaan homogen, tidak ada kepentingan yang perlu dibedakan. Karena itu, solidaritas sekaligus berarti hak dan kewajiban bersama. Didalam kehidupan politik moderen, hak individu mengalami sekularisasi. Ia tidak lagi berinduk pada otoritas kelompok, melainkan pada otoritas hukum. Dalam bentuk ini, hubungan hak dan kewajiban menjadi tanggung jawab individual. Artinya, ada tukar menukar hak berdasarkan prinsip pacta sunt servanda. Karena itu, konsep perlindungan berubah menjadi perlindungan hukum, yang jaminan tertingginya diberikan oleh otoritas publik. Itulah alasan mengapa kita percaya pada imparsialitas negara. Konsekwensinya, di dalam lalulintas politik publik, setiap orang hanya boleh menyandang satu identitas, yaitu sebagai warga negara (citizen). Bahwa ia juga adalah anggota dari suatu komunitas, itu adalah identitas non publik. Dan negara tidak boleh ikut mengatur wilayah itu. Itu adalah ruang hak asasi individu. Sebalikuya, identitas non publik itu tidak boleh dipakai (apalagi dipaksakan) sebagai norma bernegara. Karena negara adalah ruang komunikasi publik, maka hanya norma publiklah yang boleh dipakai di sana.
Dalam maknanya yang moderen, republik adalah sebuah konstruksi sekuler. Ia dibuat untuk menghalangi kembalinya feodalisme dan mendudukan orang sederajat di kursi hukum. Konsekwensi pertama dari sistem republik adalah bahwa politik sepenuh-penuhnya bekerja di wilayah publik (public realm). Dan di wilayah itu, ukuran-ukuran sosial hanya ditentukan oleh hukum publik semata-mata. Menjadi warga negara berarti keluar dari mentalitas komunal dan masuk dalam mentalitas publik. Itulah artinya republik.Tentu saja negara, demi prinsip hak asasi manusia harus melindungi sepenuhnya hak-hak komunal. Tetapi penerapan hak-hak itu tidak boleh melimpah ke wilayah publik. Begitu batas itu dilewati, maka konflik horisontal segera terjadi, karena setiap golongan merasa punya kebenaran final dalam politik. Padahal, perpolitikan di wilayah publik tidak mengenal formalitas. Dan keindahan kehidupan politik justeru terletak pada ketiadaan formalitas itu. Sebaliknya, mentalitas komunal secara intrinsik selalu mengejar formalitas. Dalam konteks perkembangan politik di Indonesia, ada kebutuhan untuk mencari titik orientasi kebudayaan politik pasca otoriterisme. Kuatnya sentimen-sentimen primordial dalam kehidupan politik publik adalah perkembangan yang kurang sehat bagi demokrasi dan pluralitas. Bahkan primordialisasi politik itu sudah menyebabkan perseteruan berdarah di beberapa tempat di Indonesia.
Agaknya semakin sukar diselenggarakan proses rekonsiliasi di dalam keadaan dimana acuanacuan politik masih diandalkan pada kebenaran-kebenaran primordial. Di tingkat dimana keyakinan primordial bekerja secara homogen, tidak akan ada persoalan dengan implementasi politiknya. Tetapi dalam tingkat politik publik dimana heterogenitas merupakan kondisi yang harus ada, maka pendasaran primordial tidak mungkin dipakai untuk menopang orientasi politik bersama. Inilah alasannya mengapa kita membutahkan suatu titik orientasi lain yang secara kultural sepadan dengan situasi politik moderen yang heterogen. Kita di Indonesia sedang berada di dalam situasi sosial yang nyaris tanpa acuan etika politik. Itu terutama karena macetnya diskursus sosial yang rasional di dalam pertengkaran ideologi sekarang ini.

0 komentar

Memposisikan Pemuda

Memposisikan Pemuda
Oleh : Wahid

Mahasiswa sebagai elemen pemuda memiliki posisi, potensi, dan peran khusus di dalam masyarakat. Nah semuanya itu kita sebut sebagai Identitas Mahasiswa. Posisi manusia di masyarakat dibagi menjadi tiga, antara lain masyarakat politik, masyarakat ekonomi, dan masyarakat sipil. Seorang manusia bisa menempati lebih dari satu posisi masyarakat tersebut, bahkan bisa seseorang yang berada di ketiga tempat tersebut.
Masyarakat politik adalah masyarakat yang memperjuangkan sesuatu demi posisi dalam kekuasaan. Mereka mulai dari politikus-politikus sampai karyawan yang ingin naik jabatan di dalam sebuah perusahaan. Masyarakat ekonomi adalah mereka yang berusaha mengejar sesuatu untuk mendapat sebuah keuntungan materi atau modal. Mereka dihuni oleh para pengusaha-pengusaha baik yang kapitalis sampai kekoperasian. Tergantung kombinasi masyarakat yang mereka huni. Masyarakat sipil adalah masyarakat yang berjuang dalam pembangunan bangsa tanpa menginginkan sebuah posisi di dalam kekuasaan ataupun keuntungan materi. Ini dihuni oleh kebanyakan manusia, mereka dari rakyat biasa sampai mahasiswa yang aktif.
Untuk mahasiswa sebagai pemuda bisa dikatakan sebagai masyarakat sipil. Akan tetapi masyarakat sipil memiliki kekhususan buat mahasiswa. Jadi mahasiswa merupakan masyarakat sipil yang khusus. Ini disebabkan karena mahasiswa mempunyai potensi yang lain dibanding masyarakat sipil seperti biasanya.
Potensi kita tau adalah sesuatu yang tersimpan, sesuatu yang perlu untuk digali dan dikembangkan, baik itu yang baik maupun yang buruk. Potensi mahasiswa sebagai pemuda antara lain adalah kritis. Kritis itu adalah tanggap terhadap masalah dan berusaha menyelesaikan masalah dengan pemikiran-pemikiran yang benar. Selain kritis mahasiswa juga punya potensi idealis, idealis disini karena mahasiswa sebagai manusia-manusia yang dididik dalam suasana kampus yang ideal. Masyarakat sekitar mereaka yang idealis ataupun sejak kecil mereka belum pernah merasakan realism kehidupan. Mahasiswa juga memiliki potensi sebagai penggerak yang independen. Independen maksudnya mahasiswa mampu bergerak sendiri, mahasiswa sebagai memiliki ilmu-ilmu yang variatif bisa saling berkoordinasi membentuk sebuah gerakan yang mandiri tanpa campur tangan oknum lain termasuk pemerintahan. Selain itu juga mahasiswa memiliki kreatifitas, daya juang yang tinggi dan lain-lain.
Setelah kita lihat potensi, mari kita lihat beberapa peran seorang mahasiswa sebagai elemen pemuda. Pemuda mempunyai paling tidak tiga peran, yang pertama Guardian Value( penjaga nilai), maksudnya mahasiswa dengan potensi idealisme, kritis dan daya juang tinggi mahasiswa bisa berlaku sebagai kontrol social ataupun pelurus nilai-nilai luhur yang hendak dicapai. Yang kedua mahasiswa memiliki peran sebagai Iron stock( persedian besi), maksudnya bahwa pemuda memiliki potensi ilmu, memiliki kreatifitas.
 Bakat kepemimpinan adalah asset buat masa depan sebagai generasi yang akan meneruskan pergerakan pemerintahan. Selain itu pemuda mempunyai peran juga sebagai Agen of Change (pembawa perubahan). Ini dikarenakan mahasiswa mempunyai kombinasi-kombinasi potensi seperti kritis, idelais, kreatif dan independen maka gerakan mereka membawa sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.


                                                                                 
Selasa, 23 September 2014 0 komentar

LK 1, Kamis 19 Juni 2014










1 komentar

Upgradding dan Raker HMI MPO FE UII tahun 2014-2015







Alamat Sekretariat:Jl. Pawiro Kuwat 187 B(Selatan Kampus FE UII) Condong Catur,Sleman Yogyakarta Indonesia
 
;