Pengurus HMI MPO Komisariat FE UII

" Ketua Umum : Idham Hamidi Sekretaris Umum : M.Arief Sukma Aji Wakil Sekretaris Umum : Geladis Fertiwi Bendahara Umum : Dovy Pradana Purnamawulan Kanit Keislaman : Agus Faryandi Kanit Pelatihan : Mujahid Musthafa Kanit Kajian dan Penlitian : Firzan Dwi Chandra Kanit Kewirausahaan : Muhammad Yadin Kanit PTKPJ : Teguh Hardityo Baskoro Kanit Pers dan Media Informasi : Egy Prastyo
Senin, 09 Juni 2014

Gerakan HMI-Wati di zaman Kontemporer

Gerakan HMI-Wati di  Zaman Kontemporer

                Berbicara tentang KOHATI, ada beberapa pikiran yang langsung mengarah kepada kader-kader putri HMI dan ada juga yang masih bertanya-tanya, “Apa itu KOHATI?” KOHATI atau Korps HMI- Wati adalah suatu wadah untuk mewadahi para putri HMI. Terbentuknya KOHATI tentu bukan tanpa alasan.
            Faktor internal yang mengharuskan KOHATI untuk dibentuk adalah karena departemen keputrian sudah tidak sanggup menampung aspirasi dari para putri HMI. Selain itu, kebutuhan mereka akan keperempuanan tidak difasilitasi. Faktor eksternal, penyebab KOHATI dibentuk, karena adanya lawan ideologi, yaitu GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia).
            KOHATI dibentuk pada tanggal 17 September 1966 pada kongres VIII di Solo. KOHATI berperan sebagai pencetak dan pembina Muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, sedangkan fungsinya sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader Hmi dalam wacana dan fungsi serta perannya akan keperempuanan.
Dari uraian diatas tafsir dari peran dan fungsi Kohati adalah sebagai akselerator perkaderan bagi HMI-Wati, terutama diarahkan pada pembinaan akhlak, intelektual, ketrampilan, kepemimpinan, keorganisasian, keluarga yang sejahtera serta memberikan manfaat di dalam masyarakat.
Jika melihat KOHATI di zaman dulu, para KOHATI sudah melaksanakan fungsi dan perannya sebagai KOHATI. Mereka memiliki semangat yang sangat tinggi. Ketika kondisi kepemerintahan di Indonesia sedang bermasalah, ketika Soeharto melarang kerasnya adanya gerakan dari mahasiswa, para HMI- Wati tetap nekad melakukan aktivitas yang bisa saja merenggut nyawanya, salah satunya adalah diskusi dan rapat koordinasi. Mereka harus sembunyi- sembunyi dan berpindah-pindah tempat ketika akan ada diskusi. Bahkan ketika penataran (salah satu pendidikan normatif di KOHATI)  pun, masyarakat tidak ada yang tahu.
Melihat suasana KOHATI jaman dulu, sangatlah menegangkan dan penuh daya juang. Mereka adalah heroik sesungguhnya. Mereka tetap menyuarakan apa-apa yang tidak benar di tengah kondisi lingkungan perpolitikan yang kurang ramah. Beberapa contoh gerakan  HMI- wati yang dengan tegas menegakkan kebenaran berdasarkan syariat islam yaitu,  Bidari Nuraini Sugeha., salah satu aktivis putri HMI. Beliau adalah ketua KOHATI di Bolmong Raya. Bidari menolak keras adanya program Pekan Kondom Nasional karena dinilai kurang bijak dan seakan-akan memberi pintu besar untuk menambah angka free sex di Indonesia. Tidak hanya Bidari yang tergerak hatinya untuk memperjuangkan syariat Islam demi kehormatan kaum perempuan. Lalu ada KOHATI di Jawa Timur yang menyuarakan bahwa POLWAN harus berjilbab untuk memperingati hari ibu, dan masih banyak lagi gerakan gerakan menolak keras dan berani untuk menegakkan syariat isla di berbagai aspek.
Di Zaman globalisasi ini, gerakan dan semangat juang para perempuan sudah menurun, bahkan tidak nampak seperti zaman dulu yang dengan lantang membela kaum mereka, yaitu kaum perempuan. Banyak perempuan yang sudah hanyut dalam kenyamanan situasi dan kondisi di Indonesia ini. Bahkan, budaya barat sudah berhasil menguasai Indonesia yang memiliki khas ketimurannya. Westernisasi sudah sangat sukses mendominasi kebudayaan di berbagai aspek. Aspek pakaian, makanan, bertingkah laku, pemikiran, dan kepedulian terhadap sesama, terhadap masyarakat. Sikap apatis dan individualis serta hedonisme, itulah gambaran perempuan masa kini. Mereka kurang peka terhadap lingkungan di sekitar. Mereka hanya memikirkan untuk dirinya sendiri. Banyak juga yang menuntut akan kesetaraan gender, banyak yang bangga akan kesetaraan gender, padahal pada kenyataannya mereka masih terjebak pada anggapan-anggapan bahwa perempuan lemah, bahwa perempunan memiliki keterbatasan dalam bergerak. Tidak hanya itu. Dalam pendidikan pun, tidak sedikit perempuan yang sekarang malas, bahkan cuek dengan ilmu. Mereka mengartikan bebas, yang sebebas-bebasnya. Mereka tidak paham atau bahkan mereka sebenarnya sudah paham namun lebih memilih cuek dan menutup hati untuk menerima pemahaman akan kebebasan dari perempuan. Tujuan perempuan masa kini lebih kepada materialitas bukan pada pengabdian kepada masyarakat, bukan lagi kepada memberikan manfaat untuk orang banyak.
Kembali menyorot HMI-Wati. Melihat gerakan dari HMI-Wati saat ini juga menurun, bahkan telah redup. Hampir di setiap kegiatan, tingkat partisipasi HMI-Wan telah mendominasi. Sudah tidak ada keseimbangan di dalam pertisipasi nya. Bahkan kualitas intelektual serta daya kritisnya juga hampir pudar. Bahkan bisa dibilang tidak adanya bedanya antara HMI-wati dengan perempuan-perempuan lainnya. Karakter HMI-Wati sunyi, HMI-Wati mati.
Melihat ke luar atau tidak usah terlalu jauh, melihat diri sendiri, bisakah kita menjawab,” Apa yang sudah aku lakukan untuk masyarakat, untuk negaraku?” Lalu cobalah melihat ke luar, ke masyarakat. Apakah mereka makmur? Apakah semua sudah berjalan dengan baik dan benar? Khususnya kaum perempuan? Apakah pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik sudah bersinergi sehingga terwujudnya masyarakat yang makmur?
HMI-Wati haruslah berbeda dengan perempuan lain. Kita sudah dilatih untuk berpikir kritis, menyusun strategi, dan bertindak demi suatu perubahan. HMI-Wati haruslah lebih semangat, haruslah memiliki daya juang yang tinggi. HMI-Wati haruslah sadar dan peka hatinya untuk memahami arti dari pengabdian.
Memang setiap perubahan zaman,akan diikuti perubahan kondisi dan situasi. Tapi apa itu mempengaruhi ghirah kita untuk berjuang?
Tantangan yang dihadapi tentulah berbeda, namun ghirah yang dimiliki HMI-Wati haruslah tetap membara. Tantangan kita sekarang adalah adanya westernisasi yang sedikit demi sedikit  mendominasi budaya bangsa kita.. Banyak sekali hal hal yang tidak tersaring dan langsung diterima oleh kita.
Lalu perjuangan apa yang bisa kita lakukan sebagai HMI-Wati? Melihat tujuan dan karakter insan dari KOHATI, kita mengemban amanah menjadi perempuan berkatakter mar’atusholihah. Mulailah meyadarkan diri sendiri. Mulailah dari diri sendiri. Kita harus memfilter budaya-budaya baru yang masuk ke Indonesia. Maksudnya adalah, mengambil sisi positif dari dampak globalisasi, membuang dampak negatifnya, dan pertahankan pribadi bangsa kita. Memperbaiki ibadah dan akhlak secara bertahap. Semangat mencari ilmu sebanyak-banyaknya, melatih rasa peduli dan sikap peduli. Lalu memberikan manfaat untuk orang banyak, memberikan konstribusi  setidaknya pikiran dan waktu. Menjadi anak yang selalu menyenangkan hati orangtua, menjadi istri yang shalihah, dan menjadi ibu yang memiliki banyak ilmu untuk mendidik anaknya agar menjadi penerus generasi yang berkualitas baik dari segi intelektual maupun tindakan.
Lagi lagi berbicara tentang tujuan, peran, dan fungsi dari KOHATI, kita mempunyai beban moral sekaligus amanah. Kita harus berani antimainstream agar kita tetap berjalan sesuai jalur dan diridhai oleh Allah SWT. Apakah KITA, HMI-Wati tetap akan sunyi? Semua KITA, HMI-Wati yang membawa KOHATI akan menjadi seperti apa.
JAYALAH KOHATI! 
Oleh : Zukria Violeta Ramadhani

0 komentar:

Posting Komentar

Alamat Sekretariat:Jl. Pawiro Kuwat 187 B(Selatan Kampus FE UII) Condong Catur,Sleman Yogyakarta Indonesia
 
;