TAN MALAKA (1897-1949)
GERILYAWAN REVOLUSIONER YANG LEGENDARIS
Oleh : Wahid
Tan Malaka –lengkapnya Ibrahim Datuk Tan
Malaka—menurut keturunannya ia termasuk suku bangsa Minangkabau. Pada tanggal 2
Juni 1897 di desa Pandan Gadang–Sumatra Barat—Tan Malaka dilahirkan. Ia
termasuk salah seorang tokoh bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat
dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia
sampai saat kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh.Yamin dan
lain-lain.
Pejuang yang militan, radikal dan
revolusioner ini telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang orisinil,
berbobot dan brilian hingga berperan besar dalam sejarah perjaungan kemerdekaan
Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia mendapat julukan tokoh
revolusioner yang legendaris.
Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke
dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk
miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini
banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan
revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan
suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI
(Syarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta
ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan
aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin
rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam
itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat
untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan
kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para
murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung,
menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain);
kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran (hobby)
mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib
kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI
Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga
sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas
pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada
gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh
terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan,
disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada
rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum
buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya
di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan
umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai
yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam
pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis
di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan
dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi
yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus
mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern
(Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di
kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian
tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di
PKI.
Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat
muda ia meletakkan tanggung jawab yang saangat berat pada pundaknya. Tan Malaka
dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan
dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso. Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari
Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat
Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan
gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka
dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya.
Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada
yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digul Irian Jaya. Peristiwa ini
dijadikan dalih oleh Belanda untuk
menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun
bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan
mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Tan Malaka yang berada di luar negeri pada
waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibukota Thailand
itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka
memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun
sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu
ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda.
Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Cina, April 1925. Prof. Moh. Yamin
sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak
Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson
Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya
tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina
pecah….”
Ciri khas gagasan Tan Malaka adalah: (1)
Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah berdasarkan ilmu bukti, (2) Bersifat
Indonesia sentris, (3) Futuristik dan (4) Mandiri, konsekwen serta konsisten.
Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku, brosur dan
ratusan artikel di berbagai surat kabar terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya
“MADILOG” mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara berpikir
ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara “Text book
thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan doktriner.
Madilog merupakan istilah baru dalam cara
berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan
metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian
dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti.
Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan
pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat
materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling
sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.
Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika,
Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan
secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada
secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya
dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.
Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya
dimulai dengan Indonesia. Konkritnya rakyat Indonesia, situasi dan kondisi
nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan
pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar
belakang sejarahnya bukanlah cara
berpikir yang “text book thinking” dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah
dicetuskan sejak tahun 1925 lewat “Naar de Republiek Indonesia”.
Jika kita membaca karya-karya Tan Malaka yang
meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan sampai kemiliteran (“Gerpolek”-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948),
maka akan kita temukan benang putih keilmiahan dan keIndonesiaan serta benang
merah kemandirian, sikap konsekwen dan konsisten yang direnda jelas dalam
gagasan-gagasan serta perjuangan implementasinya.
Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan
penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di
dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus
pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir
Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.
Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang
amat parah bagi republik Indonesia akibat Perjanjian Linggarjati 1947 dan
Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Syahrir dan Perdana
Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7
November 1948 di Yogyakarta. Dan pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan
Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di
tengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela Proklamasi” di Pethok, Kediri, Jawa
Timur.
Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No.
53, yang ditandatangani Presiden Sukarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan
Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional. (Bek)
BERGELAP-GELAPLAH DALAM TERANG, BERTERANG-TERANGLAH
DALAM GELAP! (TAN MALAKA)