Kemunduran Demokrasi, Reformasi
atau Mati?
Oleh Restin S
Kulihat
ibu pertiwi sedang bersusah hati, air matamu berlinang, mas intanmu terkenang.
Hutan gunung sawah lautan simpanan kekayaan. Kini ibu sedang susah, merintih
dan berdoa. (Bait pertama-Ibu Pertiwi)
Indonesia
sudah menjadi negara demokrasi sejak awal kemerdekaannya. Demokrasi bagi
Indonesia berarti asas pemerintahan berdasar pada rakyat. Kedaulatan rakyat
ditandai dengan pemilihan umum (pemilu) sehingga rakyat mengamanahkan posisi
wakil rakyat kepada pemimpin yang dipilihnya. Akan tetapi kini demokrasi
Indonesia telah dicederai dengan adanya Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah
(UU Pilkada). UU Pilkada yang masih menjadi polemik hingga kini telah
mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).
Sudah
tepatkah pengesahan UU Pilkada yang penuh polemik? Benarkah suara rakyat akan
hilang dalam Pilkada tak langsung? Akankah reformasi yang sudah berjalan kini
sia-sia? Atas keonaran yang anggota dewan sering kisruhkan masih layakkah
Pilkada tak langsung dijalankannya? Suara rakyat yang mati atau matikan suara
wakil rakyat?
Lewat
Pilkada tak langsung, wakil rakyat telah menghapus hak konstitusional rakyat
untuk menentukan pilihan politiknya. Kepala daerah duduk atas amanah rakyat sehingga
semestinya menjalankan perintah rakyat. Inilah pilihan rakyat, relevenkah hak
politik rakyat dialihkan pada wakilnya. Karena setiap rakyat memiliki hak
politik yang mereka gunakan ketika pemilu. Inilah wajah kemunduran demokrasi
Indonesia.
Polemik
tak hanya berkisar seputar Pilkada tak langsung, wacana berkembang untuk mengembalikan pemilihan presiden
(pilpres) lewat MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat). Tidak hanya itu, upaya pelemahan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan MK (Mahkamah Konstitusi) tengah menuai kekhawatiran
publik. Ketika haus kekuasaan tengah melanda elite politik Indonesia maka
kepentingan rakyat tidak akan menjadi yang utama. Bagaimana menyelamatkan Ibu
Pertiwi kalau rakyat dan wakilnya tidak sejalan. Demokrasi harus ditegakan dan
dijaga kedaulatan rakyatnya. Tidak lagi ego individu atau golongan yang
diutamakan. Menjadikan Ibu Pertiwi bangga memiliki putera puteri bangsa yang
rela berkorban untunknya.
Tidak
lagi kita dapat berpangku tangan melihat negeri yang dicederai oleh kepentingan
politik semata. Bukan orang lain dan tidak menunggu mereka yang enggan
berjuang. Mari buktikan di tangan kita generasi muda penerus bangsa, demokrasi
tidak akan mati. Menjadi insan ulil albab dan menentukan arah pergerakan demi
Indonesia yang demokratis. Membentuk tatanan masyarakat yang diridhoi Allah
SWT. Perubahan tidak akan pernah ada tanpa perjuangan. Mari melawan
ketidakadilan, yakin usaha sampai bersama kita bisa kawan!
Kulihat
Ibu Pertiwi, kami datang berbakti. Lihatlah putra putrimu, menggembirakan ibu.
Ibu kami tetap cinta, putramu yang setia menjaga harta pusaka untuk nusa dan
bangsa. (Bait kedua-Ibu Pertiwi)
0 komentar:
Posting Komentar