Gerakan
HMI-Wati di Zaman Kontemporer
Berbicara tentang
KOHATI, ada beberapa pikiran yang langsung mengarah kepada kader-kader putri
HMI dan ada juga yang masih bertanya-tanya, “Apa itu KOHATI?” KOHATI atau Korps
HMI- Wati adalah suatu wadah untuk mewadahi para putri HMI. Terbentuknya KOHATI
tentu bukan tanpa alasan.
Faktor
internal yang mengharuskan KOHATI untuk dibentuk adalah karena departemen
keputrian sudah tidak sanggup menampung aspirasi dari para putri HMI. Selain
itu, kebutuhan mereka akan keperempuanan tidak difasilitasi. Faktor eksternal,
penyebab KOHATI dibentuk, karena adanya lawan ideologi, yaitu GERWANI (Gerakan
Wanita Indonesia).
KOHATI
dibentuk pada tanggal 17 September 1966 pada kongres VIII di Solo. KOHATI berperan sebagai pencetak dan
pembina Muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan, sedangkan fungsinya sebagai wadah peningkatan dan
pengembangan potensi kader Hmi dalam wacana
dan fungsi serta perannya akan keperempuanan.
Dari
uraian diatas tafsir dari peran dan fungsi Kohati adalah sebagai akselerator
perkaderan bagi HMI-Wati, terutama diarahkan pada pembinaan akhlak,
intelektual, ketrampilan, kepemimpinan, keorganisasian, keluarga yang sejahtera
serta memberikan manfaat di dalam masyarakat.
Jika
melihat KOHATI di zaman dulu, para KOHATI sudah melaksanakan fungsi dan
perannya sebagai KOHATI. Mereka memiliki semangat yang sangat tinggi. Ketika
kondisi kepemerintahan di Indonesia sedang bermasalah, ketika Soeharto melarang
kerasnya adanya gerakan dari mahasiswa, para HMI- Wati tetap nekad melakukan
aktivitas yang bisa saja merenggut nyawanya, salah satunya adalah diskusi dan
rapat koordinasi. Mereka harus sembunyi- sembunyi dan berpindah-pindah tempat
ketika akan ada diskusi. Bahkan ketika penataran (salah satu pendidikan normatif
di KOHATI) pun, masyarakat tidak ada
yang tahu.
Melihat
suasana KOHATI jaman dulu, sangatlah menegangkan dan penuh daya juang. Mereka
adalah heroik sesungguhnya. Mereka tetap menyuarakan apa-apa yang tidak benar
di tengah kondisi lingkungan perpolitikan yang kurang ramah. Beberapa contoh
gerakan HMI- wati yang dengan tegas
menegakkan kebenaran berdasarkan syariat islam yaitu, Bidari Nuraini Sugeha., salah satu aktivis
putri HMI. Beliau adalah ketua KOHATI di Bolmong Raya. Bidari menolak keras
adanya program Pekan Kondom Nasional karena dinilai kurang bijak dan
seakan-akan memberi pintu besar untuk menambah angka free sex di Indonesia. Tidak hanya Bidari yang tergerak hatinya
untuk memperjuangkan syariat Islam demi kehormatan kaum perempuan. Lalu ada
KOHATI di Jawa Timur yang menyuarakan bahwa POLWAN harus berjilbab untuk
memperingati hari ibu, dan masih banyak lagi gerakan gerakan menolak keras dan
berani untuk menegakkan syariat isla di berbagai aspek.
Di
Zaman globalisasi ini, gerakan dan semangat juang para perempuan sudah menurun,
bahkan tidak nampak seperti zaman dulu yang dengan lantang membela kaum mereka,
yaitu kaum perempuan. Banyak perempuan yang sudah hanyut dalam kenyamanan
situasi dan kondisi di Indonesia ini. Bahkan, budaya barat sudah berhasil
menguasai Indonesia yang memiliki khas ketimurannya. Westernisasi sudah sangat
sukses mendominasi kebudayaan di berbagai aspek. Aspek pakaian, makanan,
bertingkah laku, pemikiran, dan kepedulian terhadap sesama, terhadap
masyarakat. Sikap apatis dan individualis serta hedonisme, itulah gambaran
perempuan masa kini. Mereka kurang peka terhadap lingkungan di sekitar. Mereka
hanya memikirkan untuk dirinya sendiri. Banyak juga yang menuntut akan
kesetaraan gender, banyak yang bangga akan kesetaraan gender, padahal pada
kenyataannya mereka masih terjebak pada anggapan-anggapan bahwa perempuan
lemah, bahwa perempunan memiliki keterbatasan dalam bergerak. Tidak hanya itu.
Dalam pendidikan pun, tidak sedikit perempuan yang sekarang malas, bahkan cuek
dengan ilmu. Mereka mengartikan bebas, yang sebebas-bebasnya. Mereka tidak
paham atau bahkan mereka sebenarnya sudah paham namun lebih memilih cuek dan
menutup hati untuk menerima pemahaman akan kebebasan dari perempuan. Tujuan
perempuan masa kini lebih kepada materialitas bukan pada pengabdian kepada
masyarakat, bukan lagi kepada memberikan manfaat untuk orang banyak.
Kembali
menyorot HMI-Wati. Melihat gerakan dari HMI-Wati saat ini juga menurun, bahkan
telah redup. Hampir di setiap kegiatan, tingkat partisipasi HMI-Wan telah
mendominasi. Sudah tidak ada keseimbangan di dalam pertisipasi nya. Bahkan
kualitas intelektual serta daya kritisnya juga hampir pudar. Bahkan bisa
dibilang tidak adanya bedanya antara HMI-wati dengan perempuan-perempuan
lainnya. Karakter HMI-Wati sunyi, HMI-Wati mati.
Melihat
ke luar atau tidak usah terlalu jauh, melihat diri sendiri, bisakah kita
menjawab,” Apa yang sudah aku lakukan untuk masyarakat, untuk negaraku?” Lalu
cobalah melihat ke luar, ke masyarakat. Apakah mereka makmur? Apakah semua
sudah berjalan dengan baik dan benar? Khususnya kaum perempuan? Apakah
pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik sudah bersinergi sehingga terwujudnya
masyarakat yang makmur?
HMI-Wati
haruslah berbeda dengan perempuan lain. Kita sudah dilatih untuk berpikir
kritis, menyusun strategi, dan bertindak demi suatu perubahan. HMI-Wati
haruslah lebih semangat, haruslah memiliki daya juang yang tinggi. HMI-Wati
haruslah sadar dan peka hatinya untuk memahami arti dari pengabdian.
Memang
setiap perubahan zaman,akan diikuti perubahan kondisi dan situasi. Tapi apa itu
mempengaruhi ghirah kita untuk berjuang?
Tantangan
yang dihadapi tentulah berbeda, namun ghirah yang dimiliki HMI-Wati haruslah
tetap membara. Tantangan kita sekarang adalah adanya westernisasi yang sedikit
demi sedikit mendominasi budaya bangsa
kita.. Banyak sekali hal hal yang tidak tersaring dan langsung diterima oleh
kita.
Lalu
perjuangan apa yang bisa kita lakukan sebagai HMI-Wati? Melihat tujuan dan
karakter insan dari KOHATI, kita mengemban amanah menjadi perempuan berkatakter
mar’atusholihah. Mulailah meyadarkan diri sendiri. Mulailah dari diri sendiri. Kita
harus memfilter budaya-budaya baru yang masuk ke Indonesia. Maksudnya adalah,
mengambil sisi positif dari dampak globalisasi, membuang dampak negatifnya, dan
pertahankan pribadi bangsa kita. Memperbaiki ibadah dan akhlak secara bertahap.
Semangat mencari ilmu sebanyak-banyaknya, melatih rasa peduli dan sikap peduli.
Lalu memberikan manfaat untuk orang banyak, memberikan konstribusi setidaknya pikiran dan waktu. Menjadi anak
yang selalu menyenangkan hati orangtua, menjadi istri yang shalihah, dan
menjadi ibu yang memiliki banyak ilmu untuk mendidik anaknya agar menjadi
penerus generasi yang berkualitas baik dari segi intelektual maupun tindakan.
Lagi
lagi berbicara tentang tujuan, peran, dan fungsi dari KOHATI, kita mempunyai
beban moral sekaligus amanah. Kita harus berani antimainstream agar kita tetap
berjalan sesuai jalur dan diridhai oleh Allah SWT. Apakah KITA, HMI-Wati tetap
akan sunyi? Semua KITA, HMI-Wati yang membawa KOHATI akan menjadi seperti apa.
JAYALAH KOHATI!
Oleh : Zukria Violeta Ramadhani
0 komentar:
Posting Komentar