Pengurus HMI MPO Komisariat FE UII
Pembukaan LK 1
Darul Ulum Tampak Hijau Hitam
Darul Ulum Tampak Hijau Hitam
Malam itu (24/5/12), Pondok Pesantren (Ponpes) Darul
Ulum, Dusun Potorono tampak Hijau Hitam dan ramai. Pembukaan Latihan Kader I (LK
I) yang digelar Himpunan Mahasiswa Islam Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia (HMI FE UII) bertemakan “Membangun Kader HMI yang Produktif dan
Kontributif” berlangsung hikmat. LK I ini merupakan kegiatan tahunan HMI yang bertujuan
untuk merekrut kader-kader baru. “Dengan adanya LK ini diharapkan akan ada regenerasi
baru, akan ada kader-kader baru” tutur Imam Riyadi selaku ketua panitia.
Pembukaan LK I yang berlangsung sekitar satu jam ini
dibuka dengan bacaan basmalah secara
bersama-sama. Acara dilanjutkan
dengan pembacaan Kalam Illahi oleh Rizka Okta Bolita. Acara berikutnya,
menyanyikan Hymne HMI dan Mars Hijau Hitam yang merupakan lagu kebangsaan HMI. Selanjutnya
diisi dengan sambutan-sambutan. Pada kesempatan pertama diberikan kepada Imam
Riyadi. Pada sambutannya ia berkata, “Sebesar apapun organisasi tersebut,
apapun bentuk organisasi tersebut tanpa adanya regenerasi dan tanpa adanya
kader-kader baru yang muncul, maka yakinlah organisasi tersebut akan mati,”
tutur pria yang biasa disapa Adi. Sambutan kedua diberikan kepada Ahmad Izzudin
Aslam selaku Ketua Umum HMI FE UII. Dalam sambutannya ia berpesan dua hal. pertama, “Calon kader berbanggalah pada
diri sendiri, berilah penghargaan sebesar-besarnya pada diri sendiri karena
teman-teman disini adalah harapan generasi HMI.” kedua, “Pandai-pandailah melihat tanda dan memaknainya” tukas
Izzudin. Sambutan selanjutnya oleh Ainul Jihad Nurdin selaku Ketua Umum
Koordinator Komisariat (Korkom) UII. Jihad berpesan dalam sambutannya, “Saat
kita diamanahkan sebagai apapun itu, kita jangan pernah bertanya kenapa harus saya”.
Sambutan terakhir diperuntukan kepada Zuhad Aji Firmantoro selaku Ketua Umum
HMI Cabang Yogyakarta yang sekaligus membukaan acara LK I. Dalam sambutannya
Aji mengatakan, “LK I tempat kita mengeringkan kayu-kayu basah dan membuat api
yang besar”. Beranjak ke berikutnya, penyerahan berkas peserta LK I dari
panitia kepada pemandu. Acara terakhir ditutup dengan do’a yang dibawakan oleh
Nofryansah Dwipa Ahmad.
Total peserta yang mengkuti LK I berjumlah kurang
lebih sekitar 23 orang yang berasal dari berbagai komisariat dan mayoritas berasalah
dari FE UII. Mereka semua akan ditempa dan diberikan pembekalan selama tiga
hari penuh.
Oleh
: Rendy Pradana Hamidjaya
17
Mei Hari Buku Nasional
Tidak banyak orang yang tahu bahwa tanggal 17 Mei
adalah hari buku Nasional. Abdul Malik Fajar selaku Menteri Pendidikan Nasional
pada tanggal 17-Mei-2010 lalu menetapkan sebagai hari buku Nasional, ini
merupakan upaya untuk memacu minat baca generasi muda sekarang ini. Pasalnya
minat baca di Indonesia khususnya masih bisa dibilang cukup minim. Kondisi ini
tercatat satu buku dibaca sekitar 80.000 penduduk Indonesia kompas.com
Peringatan hari buku Nasional ini patut kita renungi
bersama, betapa menjadi seorang penulis buku bukanlah pekerjaan yang cukup
menjanjikan dari segi penghasilan. Untuk royalti masih harus dibagi-bagi antara
penulis, penerbit dan lainnya. Hanya beberapa persen yang didapatkan oleh
penulis, sekitar 5-10 persen dari harga jual buku. Sejatinya menjadi seorang
penulis itu adalah pekerjaan untuk keabadian begitulah adagium menarik yang
diungkapkan sang penulis tetralogy pulau buruh, Pramoedya Ananta Toer. Pram
juga mengatakan bahwasanya sepandai-pandainya seseorang apabila dia tidak
menulis maka diakan hilang dari sejarah.
Meski sang penulis dikritik dari sisi Idealisme,
penulis buku diibaratkan pengikat ilmu, penguri-uri pengetahuan, pengabdian
kisah sejati dan sebagainya. Akan tetapi profesi tersebut seperti sebagai
semacam “kutukan”. Namun disisi lain seorang penulis bisa menularkan
pemikirannya lewat buku yang ditulisnya dan ditransformasikan kepada
pembacanya. Lewat tulisan seseorang bisa dikenal. Siapa yang akan tahu
Socrates, Plato, Adam Smith, Keynes kalau kita tidak membaca bukunya?
Melihat potret realitas Indonesia saat ini untuk
minat baca yang masih bisa dibilang minim. Generasi muda sekarang lebih senang memegang
media komunikasi elektronik seperti handphone dan sebagainya ketimbang buku. Fenomema
ini sungguh-sungguh terjadi dilingkungan sekitar kita. Mereka lebih senang
menghabiskan waktunya untuk Twitteran
atau Facebookan sebagainya, update
status, mention, retweet dan apalah. Budaya pop yang telah menggurita ini
membuat banyak kalangan muda menjadi malas untuk membaca buku. Padahal dengan
membaca buku akan banyak informasi yang bisa didapatkan dan lebih komprehensif.
Ironisnya, perpustakaan kampus yang seharusnya
digunakan mahasiswa untuk mencari buku-buku rerefensi sangat jarang sekali
dikunjungi. Mereka lebih senang berjalan-jalan ke Mall, nongkrong bersama teman-temannya, nge-gosip. Sedikit sekali yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
membaca lembaran-lembaran tulisan yang penuh dengan ilmu pengetahuan tersebut. Mungkin
seandainya buku bisa berbicara dia akan berkata “untuk apa aku dibuat kalau hanya untuk disandingankan di lemari ,
tidak ada yang ingin membaca aku, percuma aku dilahirkan kalau ternyata
kelahiranku tidak memberikan arti bagi kehidupan manusia”.
Mulai dari hari buku Nasional ini mari kita kembali merekonstruksi
budaya membaca buku. Bersama-sama kita kembalikan budaya membaca di lingkungan
sekitar kita. Dengan terciptanya budaya membaca yang baik dan tertatur maka
ilmu pengetahuan kita akan semakin bertambah. Tak peduli apa kata orang saat
melihat kita membaca buku. Sok-sok-an
lah atau sok pinter lah. Jangan
terlalu mengindahkan hal semacam itu. Ambil kembali buku yang terpajang rapi di
atas lemari yang belum kita baca. Apabila sulit untuk memulai membaca buku,
bawa lah terus buku didalam ranselmu, suatu saat disaat kamu sedang bosan maka
dengan sendirinya kamu akan membaca buku tersebut. Share-kan dengan teman-teman dan diskusikan apa yang anda dapat
dari buku yang anda baca.
Oleh
: Rendy Pradana Hamidjaya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi
mahasiswa yang bergerak di bidang perkaderan dan perjuangan. HMI sendiri dideklarasikan
oleh Lafran Pane pada tanggal 5 Februari 1947 di sebuah ruang kelas di Sekolah
Tinggi Islam (STI) yang saat ini berubah nama menjadi Universitas Islam
Indonesia. (QS. Ali Imron:104) Menyeru kepada kebaikan/Islam dan mencegah kemungkaran
adalah kewajiban setiap muslim. Maka HMI sebagai organisasi yang bercirikan
Islam merupakan alat untuk mengajak kepada kebaikan wajib pula ada.
Situasi politik yang mencekam pada saat itu dan
beberapa aspek-aspek lain seperti pendidikan, pemerintahan, hukum, ekonomi,
kebudayaan yang ikut turut andil dalam kondisi konstelasi perpolitikan Nasional
pada masa itu, sehingga membentuk pemikiran untuk mendirikan HMI. Kebutuhan akan pemahaman, penghayatan keagamaam Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dalam aktivitasnya
tidak memperhatikan kepentingan mahasiswa beragama Islam. Dengan tidak
tersalurnya aspirasi keagamaan mayoritas mahasiswa di Yogyakarta merupakan
alasan kuat bagi mahasiswa yang beragama untuk mendirikan organisasi mahasiswa
sendiri terpisah dari PMY. Gerakan untuk memunculkan sebuah organisasi mahasiswa
Islam untuk menampung aspirasi mahasiswa akan kebutuhan pengetahuan, pemahaman,
penghayatan keagamaan yang aktual muncul di akhir November 1946 secara
organisatoris di awal Februari 1947 dengan berdirinya HMI.
Dalam perjalanannya HMI menghadapi berbagai
problematika yang acap kali hadir dalam eksistensinya, mulai dari berdiri
hingga saat ini. Ada berberapa fase yang dijalani HMI selama masa perjuangannya,
seperi fase konsolidasi spiritual dan proses berdirinya serta pengokohan HMI, (1946-1947).
Fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan, serta menghadapi
penghianatan PKI, (1947-1949). Fase pembinaan dan pengembangan organisasi, (1950-1963).
Fase tantangan, dimana pada fase ini dendam kesumat PKI terhadap HMI. Menempatkan
HMI sebagai organisasi yang harus dibubarkan karena dianggap sebagai penghalang
bagi tecapainya tujuan PKI. Sementara itu HMI berhasil mengadakan konsolidasi
organisasi, dimana HMI tampil sebagai organisasi yang meyakinkan (1963-1966). Fase
kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan '66
(1966-1968). Fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969-sekarang). Fase
kebangkitan intelektual dan pergolakan pemikiran (1970-1994). Fase Reformasi
(1995-sekarang) Secara historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan
reformasi dengan menyampaikan pandangan dan kritik kepada pemerintah. Sesuai
dengan kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan
inkonstitusional dan konfrontatif.
Melihat sejarah perjuangannya, HMI
membawa nilai-nilai perjuangan yang harus tetap dipertahankan hingga saat ini.
Namun pada realitas saat ini, cita-cita HMI yang sejatinya terinternalisasi
kedalam diri tiap-tiap kader HMI masih saja kurang. Baik pemahaman akan
konstitusi, sejarah, maupun etos perjuangan HMI. Pemahaman akan sejarah HMI
hanya dipahami saat berdirinya saja, namun untuk pemahaman akan sejarah
perjuangan yang masih bisa dikata kurang. Bahkan ironisnya kader-kader HMI
tidak mengetahui tujuan HMI yang telah tertuang didalam konstitusi. Pasalnya banyak
kader HMI yang tidak memiliki konstitusi yang merupakan pedoman dasar
perjuangan HMI. Bahkan kader-kader HMI selalu mengkritik HMI, namun dia sendiri
tidak paham akan HMI secara mendalam. HMI tidak bisa dipahami dari kulitnya
saja, namun harus dipahami secara mendalam hingga ke akar-akarnya. Kritik yang
dilontarkan karena hanya meilhat satu sisi hanya akan memberikan argumentasi
yang parsial. Nilai-nilai yang tertuang baik secara implisit dan eksplisit
harus dijunjung tinggi oleh kader-kader HMI.
Estafet perjuangan sejatinya merupakan
tanggung jawab yang diemban setiap anggota atau kader organisasi, baik itu HMI
atau bukan guna eksistensi organisasi itu sendiri. Keberlangsungan nyawa
organisasi semua berada di tangan kader-kader organisasi terakit. HMI bisa
besar hingga saat ini semua karena kepedulian kader akan HMI.
Oleh : Rendy
Pradana Hamidjaya
Filsafat |
Pada dasarnya. Setiap
ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek
material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah
metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan
deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga
memiliki objek material dan formal. Objek material filsafat adalah segala yang
ada. Segala yang ada mencakup yang nampak dan tidak nampak. Ada yang nampak
adalah dunia empiris, sedangkan yang tidak nampak adalah alam metafisika.
Pengertian Filsafat secara umum
Filsafat dalam bahasa
inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani: philosophia, yang terdiri dari dua kata : philos (cinta) dan Sophos
(kebijaksanaan). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan
atau kebenaran. Orangnya disebut filosof.
Cabang ilmu Filsafat pada dasarnya
dibagi kedalam tiga cabang yaitu;
1. Ontologi
Ontologi merupakan salah
satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam
persoalan ontology orang menghadapi persoalan bagaimanakah
kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada
adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa
materi(kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani(kejiwaan).
Pembahasan tentang
ontology sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles
merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi
benda.
Kata ontologi berasal dari
perkataan Yunani: On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan).
2. Epistemologi
Epistemologi atau teori
pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pada abad ke-5 SM,
muncul keraguan para kaum sophis, mereka meragukan akan kemampuan manusia
mengetahui realitas. Para sophis bertanya, seberapa jauh pengetahuan kita
mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, seberapa jauh pula
merupakan sumbangan subjektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan
mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mengawali
munculnya epistemologi.
3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari
perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi
aksiologi adalah “teori tentang nilai”
Sedangkan arti aksiologi yang
terdapat dalam buku Jujun S. Suriasmantri Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa
aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
Dari dua definisi
aksiologi diatas terlihat bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permsalahn etika dan estetika.
Oleh : Rendy Pradana H
Langganan:
Postingan (Atom)
Alamat Sekretariat:Jl. Pawiro Kuwat 187 B(Selatan Kampus FE UII) Condong Catur,Sleman Yogyakarta Indonesia