Menjadi sebuah kegelisahan ketika suatu hal yang kita ingin lakukan menjadi sulit untuk kita lakukan. Apalagi berbicara sebuah amanah. Pada hakekatnya, menjadi sebuah kewajiban (keharusan) untuk kita lakukan apa yang diamanahkan kepada kita. Berbicara amanah, simplenya kita maknai kepercayaan orang yang diberikan orang lain kepada diri kita. Mudah bukan, untuk memaknainya saja. Lantas, apa yang dipermasalahkan? Ya, sangatlah mudah untuk memaknai sebuah kata yang hanya melihat dari perspektif redaksional saja. Apa dibalik kepercayaan orang lain itu? Kemudian kenapa mereka mempercainya? Dan apa yang harus kita lakukan? Kalau kita tidak melakukan apa yang akan terjadi?.
Di HMI, khususnya Komisariat HMI Komfak Ekonomi UII, tentunya banyak kader berucap demikian, ‘amanah’. Mari kita diskusikan bersama. Semua pasti berawal dari pribadi kita semua. Melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan manjauhi segala apa yang dilarang-Nya adalah amanah pertama yang kita emban dibumi ini, mulai dari kita lahir, bayangkan saja. Itu amanah yang akan kita pegang hingga mata ini terpejam untuk selamanya. Tetapi, kita coba melihat amanah mulai dari yang kecil dan ringan-ringan saja, terfokus pada komisariat.
Amanah pertama yang saya ingat adalah ketika pertama kali kita dilantik sebagai kader biasa HMI dimana melalui Latihan Kader 1. Berupa “sumpah” atau lebih enaknya kita sebut saja “ikrar pelantikan”. Setelah melalui prosesi Pelatihan kader tersebut, kita dianggap sebagai mahasiswa islam yang telah mendapatkan bekal baik berupa spiritual maupun intelektual dan telah siap memasuki ruang-ruang HMI, yang disebutkan sebagai Organisasi Perkaderan dan Perjuangan-Konstitusi. Diawal saja, kita telah mampu mengucapkan ikrar tersebut, dan selayaknya berarti kita “wajib” mengikuti segala apa yang ada di HMI, baik dari sisi Jenjang Pendidikan, Jenjang Karir, Proses Perkaderan, Partisipasi Kegiatan, dan segala sesuatu yang tertuang dalam Konstitusi HMI. Waw, sungguh “ideal” menjadi anggota dari Organisasi yang telah mampu memetakan anggotanya, dilihat dari pedoman yang digunakan. Sungguh menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi mereka yang memposisikan dirinya sebagai kader HMI.
Kedua, kita bisa menelaah amanah yang lain dari segi Kegiatan. Misalnya, dalam kepanitiaan. Memang terlihat biasa saja ketika kita menjalani kepanitiaan. Tetapi, entah itu Ketua Panitia, Sekretaris Panitia bahkan seorang anggota divisi tentunya memiliki tanggung jawab tersendiri. Tanggung jawab apa? Ya, sesuai dengan posisi masing-masing. Semisal, kita sebut saja “bunga”. 'Bunga', sebagai seorang anggota/staff divisi merasa dirinya tidak memiliki tanggung jawab karena teman-teman lain sudah mampu menjalani job description divisinya. Lantas, bunga enggan bekerja sama dengan temannya dan mempercayakan semuanya kepada koordinator divisinya. Menurut kalian mungkin benar, ya tidak?? Tapi, satu hal yang perlu diperhatikan adalah fungsi staff/anggota dalam divisi tentunya agar dapat membantu kinerja dari koordinator divisi, bahkan dapat lebih dari itu. Ya benar, ini hanya hal yang sepele. Ingat, hal yang sepele kadang membuat kita merasa takabur. Ini pun, terkadang memberikan dampak tersendiri bagi kita. Jika seandainya menjadi bunga, mungkin saja semua orang tidak akan pernah memberikan peran penting bagi kita karena bunga tidak menjalankan fungsinya. Apa kata dunia, jika bunga diberikan peran sebagai ketua panitia, lalu berkesimpulan kalau tanpanya, teman-temannya dapat menjalankan kepanitiaan?.
Terakhir, yang terlihat adalah amanah menjadi seorang pengurus atau bagian dari kepengurusan. Benar, ini bagian tahap awal kita membuktikan diri bahwasannya kita telah dapat menjalankan amanah-amanah semasa berdinamika layaknya seorang kader. Pengurus menjalani prosesi ikrar pelantikan yang dilantik oleh Ketua Cabang. Nah loh, sekarang Ketua Cabang yang kasih amanah. Tambah ribet kan? Jangan pusing dulu, tidak seperti momok misterius menjadi pengurus itu. Mudahnya, toh kita hanya menjalani tugas dan fungsi pengurus itu sendiri. Ya tidak? Sebagai seorang Pengayom, sebagai seorang yang membimbing, sebagai fasilitator, pun bisa juga kita bahasakan sebagai kakak untuk adik-adik kesayangan kita. Mudah bukan?? Tapi, tentunya, berjalan sesuai koridor-koridor yang diarahkan oleh Konstitusi dong. Eh, Tapi kan yang serah terima dari pengurus sebelumnya hanya Ketua Umum dan Sekretaris Umum? Kok yang lain bisa jadi ikutan kena? Ya, kan nggak mungkin kalau semuanya ikutan tanda tangan diatas kertas putih, mereka itu sebagai perwakilan saja. Berarti, Kader yang telah dilantik tadi menjadi bagian dari amanah untuk menjadi Pengurus? Betul. Nah, pada tahap ini nantinya amanah yang diberikan kepada pengurus akan “dinilai” lewat Sidang dalam RAK (Rapat Anggota Komisariat). Kok pakai dinilai, memang ujian? Penilaian disini maksudnya adalah seberapa jauh kita menjalankan fungsi dan peran pengurus itu dalam satu periode. Tentunya, tidak mudah menjalankan amanah selama itu (satu periode= satu tahun). Membutuhkan sebuah kesadaran tertentu dan keistiqamahan yang selalu terjaga. Kesadaran akan ikrar pelantikan pengurus, kesadaran akan memberlanjutkan perkaderan di komisariat, kesadaran akan menjadi panutan dan banyak lainnya. Tanpa tetap istiqamah, tak kan mudah menjalani sesuatu yang sekali pun kita anggap mudah. Tetap berjalan dari niatan awal mengemban diri dalam struktur kepengurusan dan dalam track yang tepat guna.
Ketika kita sadar sebagai seorang insan manusia, tentunya kita wajib meyakini Sang Pencipta. Begitu pula, ketika kita sadar akan posisi kita baik dalam keluarga, lingkungan sekitar, sebagai mahasiswa bahkan seorang kader HMI sekalipun. Menyadari HMI akan terasa sulit ketika kita tak berada dalam bagiannya, utamanya kader. Berhimpun menjadi satu kesatuan oraganisasi yang meletakkan Islam sebagai asasnya serta Perkaderan dan Perjuangan sebagai gerak Organisasi, sangat sulit dibayangkan tanpa kita menjalaninya. Berbagai karakter muncul dan dapat membaur, tidak pudar. Mari bersama-sama menjadi seseorang yang senantiasa menjalankan amanah (kepercayaan) dengan mengharapkan ridho ALLAH SWT. Amien.
(Sekretaris Umum HMI MPO FE UII, Aditya Eka "Andhong" Saputra)